Muhammad Raihan Ishad, begitulah namanya dalam daftar hadir dikelas. Orangnya terlihat serius, begitu kata teman-temannya, jarang membuang-buang waktu dan selalu terukur dalam melakukan sesuatu.
Saat ini, Raihan begitulah dia biasa dipanggil mengikuti kelas khusus atau Takhasus di Ponpes Daarul Ilmi Muhammadiyah Tarakan. Anak dari Bapak Idris dan Ibu Hadariah adalah pribadi yang menarik. Melakukan sesuatu dengan mandiri adalah ciri khasnya yang lain. Disela kesibukan aktifitasnya yang padat Raihan masih sempat untuk menulis Al Quran 30 Juz. Dan prestasi itu dia mulai pada Desember 2020 dan selesai pada bulan maret 2021.
Bagaimana ceritanya Antum dapat menyelesaikan tugas menulis 30 Juz?
“Awalnya ini adalah program dari Ustadz Ridwan selaku kepala Takhasus MBS Tarakan. Saya mencoba menulis pada saat waktu senggang. Sedikit demi sedikit. Disaat teman-teman yang lain menghabiskan waktunya untuk bersantai dan beristirahat, saya mulai menulis setelah aktifitas belajar formal dan setoran hafalan”.
Selain itu, santri yang berhasil meraih prestasi sebagai juara 1 cabang Hafalan 500 Hadits tanpa sanad menceritakan motivasi dan awalnya mulai menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Daarul Ilmi Muhammadiyah Tarakan.
Apa Motivasi Antum, menempuh pendidikan di Pondok Pesantren?
“Pada awalnya ana mau masuk sekolah negeri, namun orangtua terutama ibu menginginkan ana untuk menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor. Namun, hal tersebut tidak disetujui oleh nenek, karena jaraknya terlalu jauh. Berkat informasi dari Ustadz Intan Sumantri dan salah satu pengajar di MBS Tarakan, akhirnya saya didaftarakan di Pondok Pesantren Daarul Ilmi Muhammadiyah Tarakan. Awalnya cuman tiga tahun, ibu membebaskan ana untuk memilih SMA manapun setelah lulus nanti. Dan dalam diri ana sendiri mau mencoba untuk menempuh pendidikan di Pesantren. Kurangnya sosialisasi dengan teman sebaya juga menjadi faktor kenapa saya memilih untuk bersekolah di pondok pesantren.”
Menurut Raihan, sejak Sekolah Dasar, Orangtuanya sudah memberikan jadwal yang padat. Sehingga fokusnya untuk belajar semakin bertambah. Hal ini terlihat dari penuturannya sebagai berikut:
“Orangtua dalam hal ini Ibu, mengatur jadwal yang padat untuk ana. Di pagi hari ana bersekolah setelah istirahat siang, setelah sholat Ashar lanjut lagi dengan bimbingan belajar, hal inilah yang menjadikan ana lebih siap dalam menempuh pendidikan di Pondok yang terkenal dengan aktifitas padat”
Sejak kapan antum tertarik menghafal Al Quran?
“Ana mulai mengaji Al Quran sejak kelas 5 dan 6 SD. Hal itu dilakukan menjadi bekal untuk masuk pondok pesantren. Dan sejak saat itu aktifitas saya bertambah. Sekolah, bimbingan belajar dan mengaji tentunya.”
Sejak Kapan Antum tertarik untuk Serius Menghapal Al Quran
“ana mulai serius menghapal Al Quran sejak masuk di Pondok. Namun, sebenarnya awal-awal di Pondok ana pesimis karena melihat teman-teman yang sudah mulai menghapal duluan. Pada saat itu hafalan saya terbilang sedikit dibanding teman-teman yang lain. Karena itu, saya mulai memacu diri untuk melebihi teman-teman yang lain”.
Target itulah kata kunci dari Raihan. Seperti kata Kalil Gibran dalam sajak-sajaknya, Engkau adalah Busur anakmu, anak panah hidup melesat pergi. Begitulah Raihan, target akan pencapaian prestasinya selalu menjadi alasan untuk dia berjuang.
Apa yang membuatmu bertahan dalam mengejar dan mempertahankan capaianmu?
“Tentunya orangtua, ustadz. Orangtua selalu memberikan motivasi untuk selalu berjuang dan bertahan. Jangan sampai berhenti untuk mengejar cita-cita. Berjuang dan selalu berusaha untuk mencapai target yang telah ditentukan. Orangtua selalu berpesan untuk mencapai cita-cita jangan berhenti, sebab berjuang memang berat”.
Orangtua adalah faktor penting untuk anak-anak. Terutama ibu. Sebagaimana Raihan, Ibu menjadi pendukung utama, bersama dengan ayah dan seluruh keluarga besar. Ibu, yang mengatur segala macam jadwal untuk Raihan sejak Sekolah Dasar memilihkannya tempat menentukan pendidikan terbaik, hingga nanti selalu menjadi tempatnya pulang untuk berkeluh kesah, menceritakan segala macam bentuk kegelisahannya, hingga Sang Ibu akan selalu memberikan motivasi untuk bangkit dan menjadi terbaik.
Salah satu program pesantren Daarul Ilmi Muhammadiyah Tarakan adalah menghafal Al Quran berdasar tata letak dan artinya, dan menariknya Raihan pernah berhasil melampaui target itu.
“ya, program itu berlangsung waktu Daurah pas ana kelas sembilan. Ustadz Warist menyampaiakan program itu secara garis besar. Dan Alhamdulillah saya berhasil mengikuti program tersebut dari mutqin 5 Juz hingga pernah mutqin 15 juz”.
Sekarang Raihan menjalani kehidupannya sebagai santri kelas XI Program Takhasus, program khusus yang dirancang Pondok untuk mereka yang ingin me mutqin kan hafalannya. Dan dia juga aktif sebagai Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah MBS Tarakan. Kesibukannya di kelas, dan di luar kelas, tidak menghentikan langkahnya menjadi Santri berprestasi. Saat ini dia tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti Seleksi Tilawatil Quran Cabang 500 Hadist tanpa sanad yang akan dilangsungkan pada Nopember mendatang di Maluku. Selain itu, baru-baru ini dia juga menyelesaikan program menulis Al Quran 30 Juz yang sudah dia mulai sejak Desember 2020 dan selesai pada Maret 2021.
Raihan tidak hanya berprestasi pada bidang Hafalan. Dia juga berprestasi pada mata pelajaran Matematika dan Sains bahkan bahasa. Walau hari ini fokus pada hafalannya, Raihan bercita-cita menjadi dokter suatu hari kelak, menyusul kakak kelasnya yang telah menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada suatu hari nanti dari rahim Pondok Daarul Ilmi Muhammadiyah Tarakan, akan hadir dokter hafidz Quran, semoga.
Muhammad Raihan Ishad, adalah sedikit dari banyaknya cerita di Pondok Daarul Ilmi Muhammadiyah Tarakan, ada banyak cerita berawal dari sini. Hanya mereka yang berani berjuang, akan mersakan manisnya perjuangan itu.
Agp
1 komentar
Hadariah, Wednesday, 3 Nov 2021
Alhamdulillah…..
tetap semangat, tawadhu dan selalu istiqhomah sayang.
Ingat lah doa kami selalu yang terbaik buatmu. jadilah panutan buat adik2 mu….