Muhammadiyah, secara sederhana dapat diartikan sebagai pengikut Muhammad. Tidak hanya mengikuti secara Akidah tapi juga secara moral atau akhlaq dalam kehidupan sehari-hari. Muhammadiyah, Organisasi terbesar di dunia ini, terbentuk dari pembacaan zaman KH. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah adalah jawaban pelik dari berbagai peristiwa yang terjadi pada bangsa ini.
Secara garis sejarah, negara bernama Indonesia, terpikirkan dan teridiskusikan sejak awal abad ke 20. Sejak kekalahan pasukan pangeran Diponogoro praktis perlawanan rakyat Jawa terhadap penjajahan belanda perlahan mulai melemah. Rakyat, mulai menerima nasib mereka sebagai bangsa jajahan. Munculnya gerakan Pribumi terpelajar, dipelopori para pelajar dari kalangan Priyayi di Stovia kemudian hari dikenal dengan nama Budi Utomo dianggap sebagai motor dari kebangkitan kesadaran Nasional. KH. Ahmad Dahlan merasakan perubahan-perubahan yang terjadi dikalangan priyayi tersebut. Beliau, melihat Umat Islam terjebak dalam gejala-gejala kemunduran suatu peradaban.
Umat Islam dalam hal Ibadah terjebak praktek Bid’ah. Bid’ah adalah istilah yang digunakan oleh para ulama kepada mereka yang menciptakan amalan Ibadah yang tidak pernah dicontoh oleh Nabi Muhammad Saw. Fenomena Bid’ah yang terjadi ditengah masyarakat Islam yang dilihat oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai sesuatu yang menghambat kemajuan. Sikap masa bodoh terhadap realitas, membuat umat islam di awal abad ke dua puluh mengalami masa-masa yang suram. Praktik keagaaman masyarakat sangat jauh dari sumber aslinya. Sinkritisme antara islam dan kebudayaan masyarakat belum sepenuhnya terurai menjadi Budaya dan Agama. Praktek budaya selalu dianggap sebagai bagian dari agama.
Kehadiran Muhammadiyah pada awal abad ke dua puluh tidak bisa dipisahkan dari gejolak sosial kemasyarakatan. Hadirnya Budi Utomo sebagai gerakan masyarakat Priyayi jawa, berdirinya Sarekat Islam pimpinan H.O.S Tjokroaminoto membuat kehadiran Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan seperti sebuah keniscayaan. Muhammadiyah, tidak sama dengan Sarekat Islam. Buya Syafii dalam artikel yang diterbitkan JIBPOST menuturkan, “Muhammadiyah bukanlah sebuah gerakan politik, dan ranah Muhammadiyah bukanlah ranah politik.” Hal ini sejalan dengan Khittah Ujung Pandang Muhammadiyah “Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal dalam bidang kehidupan masyarakat dan tidak mempunyai afiliasi dengan partai politik manapun”. Muhammadiyah sejak berdirinya tahun 1912 sampai hari ini tetap kokoh menjadi gerakan keagamaan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Muhammadiyah mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan, sosial kemasyarakatan.
Pendidikan menjadi tema besar yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan sejak berdirinya Muhammadiyah. Mengapa pendidikan? Kebudayaan yang jumud, atau sikap masa bodoh yang timbul dalam masyarakat dapat berubah dengan pendidikan. Pola pendidikan pada awal abad kedua puluh adalah pola pendidikan sekuler. Pola pendidikan yang memisahkan pendidikan dunia dan pendidikan akherat. Lembaga pendidikan Islam hanya memberikan materi, pelajaran, berkaitan dengan nilai-nilai keislaman. Sehingga lulusan lembaga pendidikan islam, hanya berkutat pada dunia kegaamaan saja. Sedangkan lulusan pendidikan belanda, lebih mementingkan kebutuhan pasar. Sehingga mereka mendidik pribumi menjadi pegawai-pegawai pemerintahan yang lupa akan citra mereka sebagai makhluk beragama. Dari pola pendidikan tersebut memunculkan 2 sikap terhadap agama, yang diistilahkan oleh DR Clifford Geertz sebagai abangan dan Santri. Pola pendidikan Muhammadiyah yang ditawarkan oleh KH. Ahmad Dahlan pola integrasi antara Ilmu Agama dan Ilmu sains Modern. Sehingga akan terbentuknya para pelajar yang cerdas dalam pengetahuan dan beriman kepada Tuhan yang Maha Esa. Pola inilah yang kemudian berkembang hingga hari ini. Pendidikan di luar dari pendidikan islam tetap mempelajari agama sesuai dengan agama yang dianut oleh pelajarnya.
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial adalah wujud dakwah Islam yang dilaksanakan sejak awal oleh KH. Ahmad Dahlan. Sedari awal KH. Ahmad Dahlan memilih dakwah Islam dengan mengimplementasikan ayat-ayat Al Qur’an yang mempunyai dimensi sosial. Ayat-ayat tersebut yang utama dan pertama dilaksanakan oleh KH. Ahmad Dahlan adalah surat Al Ma’un ayat 1-7. Dalam sebuah dialog, KH. Ahamd Dahlan bertanya kepada para muridnya tentang surah Al Maun. Para muridnya menjawab, bahwa mereka telah selesai dalam menghafalkan surah Al Maun dan telah sering membacanya setiap sholat. Pembacaan KH. Ahmad Dahlan sedikit berbeda dengan ulama yang hidup sezaman dengannya. KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai manusia aksi, sedikit bicara banyak bekerja. Menurutnya surah dalam Al Quran tidak selesai hanya dengan hafalan. Surah-surah Al Quran harus mesti menjawab tantangan keadaan manusia. Al Quran adalah petunjuk dalam artian selain di pelajari bagaimana cara membaca dan menghafalkannya, paling penting adalah Implemetasinya. Inilah menjadi ciri khas dalam pengajaran KH. Ahmad Dahlan mendidik muridnya untuk peka pada realitas sosial, hadir dan mengupayakan sebuah solusi. Praktek dan pesan KH Ahmad Dahlan melalui teologi Al Maun membuat Muhammadiyah memiliki ratusan rumah sakit, panti sosial, layanan zakat dan layanan bantuan kebencanaan.
Saat ini Muhammadiyah telah berusia 109 tahun. Usia yang melewati satu abad telah menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi mapan. Tantangan abad kedua menjadi agenda prioritas. Kondisi masyarakat Indonesia yang masih mempertentangkan agama dan negara, serta agama dan pancasila, menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah menjelaskan sikap kenegaraannya yaitu “Daarul Ahdi Wa Syahadah”. Dalam putusan Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar, Muhammadiyah menyimpulkan bahwa bentuk negara pancasila adalah bentuk kompromi dari para pendiri bangsa. Sehingga Muhammadiyah menganggap negara berbasis Pancasila adalah bentuk terbaik dari Indonesia. Kehadiran Muhammadiyah bertujuan untuk “menjunjung tinggi agama islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya”, masyarakat islam yang sebenar-benarnya adalah bentuk masyarakat tauhid yang moderat, teladan, inklusif dan toleran, solid dan peduli sesama.
Kehadiran Muhammadiyah memberikan warna dari kemajuan zaman bangsa Indonesia sejak berdrinya hingga kini. Tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti kader-kader Muhammadiyah menjadi pemimpin bangsa dan lokomotif perubahan bangsa Indonesia. Semoga.
Agp.