Refleksi dari Perjuangan Siti Hajar di Padang Pasir

Siti Hajar—seorang ibu, seorang pejuang, dan simbol keteguhan iman. Di tengah padang pasir yang tandus, di tanah yang keras dan panas membakar kaki, ia berlari. Bolak-balik antara Shafa dan Marwah. Bukan untuk olahraga, bukan pula demi rekor dunia. Ia berlari demi harapan, demi nyawa sang buah hati, demi keyakinan akan janji Tuhannya.
Bayangkan seandainya Siti Hajar berhenti pada putaran keenam. Tak ada yang tahu, apakah Zam Zam akan muncul. Apakah sumur itu akan menjadi sumber kehidupan, menjadi hadiah spiritual yang hingga kini terus mengalir dan dibawa pulang para hujjaj sebagai oleh-oleh penuh makna.
Hari ini, kita pun berada di padang pasir kehidupan yang berbeda. Kita menghadapi tekanan ekonomi, tantangan moral, ujian keimanan, kegagalan yang berulang, dan berbagai kondisi sulit yang menggoda kita untuk menyerah. Kita sering sudah mencoba—sekali, dua kali, tiga kali—hingga akhirnya ingin berhenti karena merasa upaya kita sia-sia.
Namun, kisah Siti Hajar hadir untuk menguatkan: jangan pernah berhenti di putaran keenam. Bisa jadi, keberhasilanmu, pertolongan Allah, titik terang dalam hidupmu—semuanya sedang menunggu di langkah ketujuh. Langkah yang hanya akan terlihat jika kamu memilih untuk tidak menyerah.
Air Zam Zam tidak hadir karena Hajar duduk diam menunggu. Ia hadir karena ada lari, ada keringat, ada air mata, dan ada iman. Maka, rezeki terbaik dan pertolongan terbesar pun, seringkali tidak datang hanya karena doa, tapi juga karena kesungguhan langkah-langkah kecil yang tak pernah putus.
Teruslah berlari di jalan kebaikan. Jangan padamkan pelita harapan di tengah gelapnya tantangan. Karena bisa jadi, zam zam hidupmu—kesuksesan, ketenangan, keberkahan—sedang menunggumu setelah satu langkah lagi.
Penulis: Idul Adha