Setelah Marwan mangkat, sesuai wasiatnya, putra sulungnya Abdul Malik Ibnu Marwan naik tahta pada tahun 65 H (685 M). Ketika itu, negeri dilanda kekacauan besar. Di Hijaz, kekuatan Abdullah ibnu Zubair semakin kokoh, dan Irak pun mengakui kekuasaannya. Menurut ahli sejarah az-Zahabi, penduduk Mekah, Madinah, Yaman, Irak, dan Khurasan semuanya telah mengakui kekhalifahan Abdullah ibnu Zubair.
Baru saja Abdul Malik memegang kendali pemerintahan, tujuannya yang pertama adalah menguasai Irak. Saudaranya, Mush’ab ibnu Zubair, menjadi wakil Abdullah di sana. Banyak penasihat menasihatinya agar menunda serangan, namun Abdul Malik tetap pada tekadnya. Maka Irak diserang, dan Mush’ab diperangi dalam pertempuran dahsyat. Karena pasukan Mush’ab tidak besar, ia terkepung dan tewas. Irak pun jatuh ke tangan Abdul Malik. Serangannya kemudian berlanjut ke Khurasan, yang juga jatuh ke tangannya. Di Khurasan, ia menempatkan adiknya, Busyr ibnu Marwan, sebagai wakil. Setelah itu, ia kembali ke Damaskus. Dengan jatuhnya Irak dan Khurasan, hanya Hijaz yang masih dalam kekuasaan Abdullah ibnu Zubair.
Abdul Malik mengirimkan pahlawan terhebat Bani Umayyah, Hajaj ibnu Yusuf, yang terkenal karena keganasannya, untuk menaklukkan Abdullah ibnu Zubair. Setibanya di Mekah, Hajaj mengepung kota dan menghujaninya dengan manjaniq, alat pelontar batu besar. Bahkan Ka’bah terbakar oleh lemparan batu tersebut. Kuatnya pengepungan dan desakan membuat penduduk Mekah kocar-kacir. Banyak pengikut Abdullah yang menyerah, namun Abdullah sendiri tidak mau menyerah. Setelah mendapat wasiat dari ibunya, Asma binti Abu Bakar, bahwa lebih baik mati dalam kemuliaan dengan pedang di tangan daripada mati di tangan musuh, Abdullah maju mempertahankan diri di dekat Ka’bah. Ia menangkis serangan yang datang bertubi-tubi dari segala penjuru, hingga akhirnya Abdullah ibnu Zubair terbunuh. Kepalanya dibawa oleh Hajaj ke Damaskus, sementara tubuhnya digantung di dinding Ka’bah selama beberapa hari. Dengan itu, musuh-musuh Abdul Malik pun habis, dan kekuasaannya bulat di tangannya.
Meskipun perpecahan dan kelemahan akibat perang saudara melanda umat Islam, pahlawan Mahlab ibnu Abi Shufrah masih sempat menyerang negeri Bulah dan terus ke negeri Kissu. Anaknya, Habib, diutus menaklukkan negeri Rabaikhan hingga terjadi pertempuran besar di Bukhran. Abdul Malik menyempurnakan usaha nenek moyangnya dengan mengalahkan negeri Romawi, hingga negeri-negeri Kisarah dan Qali Qala jatuh ke tangannya.
Abdul Malik adalah salah satu khalifah terbesar dari Bani Umayyah setelah Muawiyah. Ia dikenal keras hati, luas pandangan, teguh kemauan, dan ahli dalam menarik hati. Pantang mundur dalam mencapai tujuan, tak heran jika di tangannya persatuan umat Islam kembali di bawah panji kekuasaannya. Ketika ia merasa tubuhnya melemah, ia membuat wasiat bahwa kelak putra sulungnya, al-Walid ibnu Abdul Malik, akan menggantikannya.
Materi Sejarah Bani Umayyah
AGP